Karakter takut pada Allah ini bisa berangkat dari manusia sebagai makhluk. Tidak ada pilihan bagi manusia selain mengabdi pada Allah, sebagaimana dalam Al-Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Maksud dari mengabdi ini selain beribadah tentu mentaati segala perintah Yang Maha Pencipta dan meninggalkan segala larangan-Nya. Mentaati Allah berimplikasi mentaati Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam (QS An-Nisa:80). Tolok ukur yang dapat kita gunakan untuk menilai seorang hamba Allah adalah kebaikan dan kemuliaan.
Berkaitan dengan kebaikan seorang manusia, Rasulullah menyebutkan berbagai kriteria tentang yang sebaik-baiknya seorang Muslim. Sebagaimana yang dapat dikutip dari http://www.kajianislamiyah.com/siapakah-sebaik-baik-manusia/ untuk topik ini dapat dikemukakan diantara kriteria sebaik-baiknya manusia antara lain: yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya (HR. Bukhari 5027), yang baik akhlaknya (HR. Bukhari 6035), yang paling baik dalam membayar (mengembalikan hutang) (HR. Bukhari 2305), yang paling boleh diharapkan kebaikannya dan aman dari keburukannya (HR. Tirmidzi 2263), yang paling baik terhadap ahli keluarganya (HR. Ibnu Hibban 4177), yang memberi makan (kepada orang lain) dan menjawab salam (Shahih Al Jami’ 3318), yang paling baik dalam meluaskan tempat (bagi orang masuk dalam saf) dalam solat (Targhib wa Tarhib 1/234), yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya (Shahih al Jami’ 3297), yang paling bermanfaat bagi orang lain (Shahih al Jami’ 3289), dan yang memiliki hati yang makhmum dan lisan yang jujur yaitu hati bersih dan bertakwa, tidak ada dosa, tidak berbuat zalim, serta tidak ada kebencian dan hasad (Shahih al Jami’ 3201).
Kriteria tersebut menggambarkan sikap dan kepribadian (adab) seseorang dalam beriteraksi dengan orang lain. Dalam konteks kepemimpinan, hal ini sangat relevan dengan keberpihakan dan rasa sayang pada rakyat sebagaimana telah dibahas pada seri tulisan sebelum ini. Sedangkan dari sisi kemuliaan maka akan berkaitan dengan ketaqwaan.
Taqwa secara bahasa kita kenal sebagai memelihara diri dari siksaan Allah, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (http://www.risalahislam.com/2014/06/Pengertian-Takwa-Menurut-Bahasa-Istilah.html). Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibn Abbas mendefinisikan takwa sebagai “takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya”. Karena itu manusia yang paling mulia bukanlah karena rupa, harta, dan warna kulit tetapi yang paling bertaqwa sebagaimana yang tercantum dalam QS Al-Hujurat:13.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.”
Dalam Al-Quran banyak disebutkan tanda-tanda orang bertaqwa atau yang secara praktis sering disebut sebagai takut pada Allah ini. Tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah: 2-5, seorang yang bertaqwa atau takut kepada Allah akan beriman kepada yang ghoib, mendirikan sholat, menginfaqkan sebagian rizki yg dianugerahkan kepada mereka, beriman kepada Al-Quran yg telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan Kitab-kitab sebelumnya, dan meyakini hari akhirat.
Selanjutnya dalam Surat Ali Imran: 16-17, tanda-tanda seseorang yang takut pada Allah adalah suka berdoa minta ampunan dosanya dan dilindungi dari azab api neraka, sabra, benar keyakinan, ucapan, dan perbuatannya, taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, memohon ampunan Allah di waktu sahur.
Ia mampu menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain, apabila telah mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah serta memohon ampunan Allah atas dosa-dosa mereka dan tidak meneruskan perbuatan kejinya itu (Surat Ali-Imran: 134-135). Apabila ia dibayang-bayangi pikiran jahat dari syetan, mereka segera mengingat Allah dan menyadari kesalahan-kesalahannya (Surat Al-’Araf: 201).
Seorang calon pemimpin yang kita nilai bertaqwa atau takut kepada Allah tentu yang paling tinggi tingkat kebaikan dan kemuliaannya mengikuti apa yang telah diungkapkan Al-Quran dan Hadits tersebut. Makin takut ia pada Allah maka makin kuat ia memegang apa yang telah digariskan.
Seorang yang takut pada Allah adalah orang yang sholih secara pibadi atau sosial, bukan mendadak tapi sejak lama jadi pilihan cara hidupnya. Ia rajin ke masjid dan sholat tepat waktu, suka berinfaq, puasa, membaca Al-Quran, mengikuti majelis ilmu, berbakti pada orangtua, berakhlak mulia, dan banyak mengerjakan amalan sunnah lainnya. Sebagai makhluk sosial ia punya ghirah atau semangat untuk imannya, peduli pada agama dan ummat, mempunyai pola hidup yang sehat seperti tidak suka rokok, minuman keras, kehidupan malam, apatah lagi narkoba. Bahkan ia sangat memperhatikan bahan dan sumber nafkah yang diberikan pada keluarganya.
Karena ia selalu ingat pada Allah dan merasa diawasi-Nya maka ia anti-raswah (suap, sogok menyogok), anti-money politics, dan tidak punya track record berlaku curang atau memanipulasi data dan informasi untuk kepentingan diri atau kelompoknya. Ia tidak mau bekerjasama, berkawan, atau memanfaatkan para pihak yang tidak baik secara etika moral, hukum, atau benci pada Islam. Ia juga dapat dikesani sebagai orang yang tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Semua ini tentu sangat ideal, keadaan yang tentu kita idamkan sedekat mungkin yang dapat kita wujudkan. Sebab, orang yang tidak takut pada Allah, dengan kekuasaan pada tangannya maka ia akan jadi pemimpin yang mengerikan dan jahat yang pasti merugikan kita sebagai rakyat yang menginginkan seorang pemimpin yang amanah, adil, bijaksana, cerdas, berwawasan luas, dan secara produktif dan positif berorientasi pada kemaslahatan orang ramai.
Sepatutnya bila ada calon yang tidak sesuai, ia sendirilah yang tahu diri untuk tidak mengajukan diri karena ia tidak akan mendapat bantuan Allah dalam jabatannya kelak. Akan tetapi tidak terelakkan bahwa kita berada pada tempat dan zaman yang ada seperti kita jumpai hari ini. Dengan usaha kita memilih secara cermat dan juga ikhlas, semoga Allah memberikan kita pasangan pemimpin yang ikhlas, sayang pada rakyat dan negeri, serta takut pada Allah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Read Full Post »